Sabtu, 05 Februari 2011

LISDA, SANG SARJANA

Guys! Pada era reformasi ini, mahasiswa sering  terpilih sebagai pelaku pembaharuan karena memiliki potensi yang besar sebagai agen perubahan. Selain itu, mahasiswa dikatakan sebagai segmen pemuda yang tercerahkan karena memiliki kemampuan intelektual yang tinggi yang diharapkan bisa mencerahkan masyarakat.


Mahasiswa juga menjadi  bagian dari perjalanan sebuah bangsa. Pemikiran kritis dan   demokratis  selalu lahir dari pola pikir para mahasiswa. Sebagai bagian dari pemuda, mahasiswa juga memiliki karakter positif lainnya, antara lain idealis dan energik. Idealis berarti (seharusnya) mahasiswa masih belum terkotori oleh kepentingan pribadi, juga belum terbebani oleh beban sejarah atau beban posisi. Mungkin itulah secuil teori tentang mahasiswa baik dan beretika.


Mengambil sebuah filosofi lama yaitu historia semper reformanda, yang berarti bahwa  perubahan berawal dari bagaimana bijaknya kita menilai suatu sejarah, sejarah mahasiswa terdahulu yang telah berhasil meraih gelarnya dengan baik. Maka pada kesempatan kali ini, rubrik profil SANTRI ingin mengulas mahasiswa CSSMORA UIN Jakarta yang telah berhasil mendapat gelar sarjana.


Mahasantri asal Sukabumi ini telah menyandang gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat. Namanya tidak asing di kalangan mahasiswa jurusan Kesehatan Masyarakat. Hal ini disebabkan namanya sering tercantum dalam kepengurusan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di UIN Jakarta.  Mahasiswi cantik dan ayu ini adalah Lisdayanti Humayda.


Sarjana  kelahiran Sukabumi, 19 April 1987 ini merupakan alumni dari MI, MTs, MAU Al Matsururiyah dan dilanjutkan di jurusan Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang pada akhirnya mengantarkannya menjadi pengurus di berbagai organisasi di kampus dan luar kampus. Dia juga pernah menjadi staf  Departemen Penelitian dan Pengembangan Kesehatan CSSMORA UIN Jakarta, Bendahara BEMF FKIK UIN Syarif Hidayatullah, staf Departemen Penelitian dan Pengembangan Kesehatan BEMJ Kesehatan Masyarakat dan Ketua Perkumpulan Alumni MAU Al Matsururiyah (2003-2004).


Lisda, begitu panggilannya, adalah anak pertama dari Drs. KH. Hamdun Ahmad, M.Ag dan Endah Huwayda (Almh). Setelah menyelesaikan kuliah di UIN, dia kembali ke kampung halaman untuk memajukan daerah. Dia mengajar pada salah satu sekolah di Sukabumi.


Dulunya di pesantren, Lisda sangat menyukai mata pelajaran Kaifiyatusshalat. Bukan hanya itu, mengkaji kitab Burdah bersama semua santri di masjid Al-Masthuriyah setiap malam sabtu merupakan kegiatan yang selalu dinanti-nantikan. Kemampuan berorganisasi tidak hanya terlihat pada saat kuliah, di pesantren pun, Lisda pernah menjabat sebagai ketua OSIS MA Al Masthuriyah Sukabumi (2003-2004).


Sarjana dengan hobi memasak ini mempunya tips khusus bagi teman-teman dalam menyelesaikan skripsi. Pertama, harus fokus. Fokus dengan tujuan dan pelaksanaan penelitian. Ketika tiba saatnya menyelesaikan skripsi harus mengedepankan tugas ini. “Mungkin ada hal lain yang penting, tetapi dalam sehari harus tetap ada jam-jam khusus digunakan untuk menyelesaikan skripsi.” katanya lebih lanjut.


Kedua, jangan menyerah. Memang akan sangat banyak hambatan yang dirasakan seperti dosen sulit untuk bimbingan, sulitnya perizinan penelitian, atau kesulitan dalam menemukan bahan skripsi. Tetapi, hal ini tidak boleh menjadikan kita menyerah dan berputus asa. Insya Allah semuanya akan bisa teratasi dengan sabar dan tawakkal.


Ketiga, tetap semangat dan percaya diri. Seringkali kita mungkin merasakan keraguan dalam melakukan tugas. Tetapi kembali kepada yang pertama tadi, harus fokus dan semangat mencari hal-hal yang mendukung pelaksanaan tugas tersebut. Percaya diri dengan penelitian sendiri, walaupun dalam lingkup kecil, yang terpenting adalah bisa diaplikasikan dan memberikan manfaat besar bagi kalangan terkait.


Saat ditanya pendapat mengenai model pengabdian di pesantren, Lisda berpendapat  bahwa mahasiswa mengabdi tidak harus di pesantren asal tetapi misalnya dari Kementerian Agaram menunjuk salah satu pesantren yang membutuhkan tenaga yang sesuai. Misalnya, pesantren A membutuhkan tenaga kesehatan, pertanian, dan guru, maka model pengabdiannya adalah dengan menunjuk lulusan di bidang tersebut untuk mengabdi di pesantren A. Selain itu, harus diterapkan pemerataan SDM agar pesantren di daerah juga bisa lebih maju dan sejahtera.


Menurutnya, pesantren kini sudah semakin berkembang, bukan hanya di kota besar saja. Di daerah pun, banyak pesantren modern yang sudah mengembangkan kurikulumnya. Di mana awalnya hanya fokus pada bidang agama saja tetapi sekarang sudah mengajarkan juga ilmu-ilmu umum, bahkan sekarang banyak pesantren yang juga memberikan keterampilan-keterampilan kepada santrinya, di antaranya dalam bidang kesehatan, pertanian, peternakan, perikanan, dll. Dengan bantuan pengabdian ini, diharapkan ke depannya pesantren mampu menghasilkan SDM  yang tidak hanya fasih beragama tetapi juga memiliki keterampilan lain sehingga mampu bersaing dengan lulusan non pesantren.


Oleh sebab itu, kita harus bersyukur bisa melanjutkan kuliah dengan beasiswa dari Kementerian Agama. Pesannya bagi yang masih aktif kuliah agar terus semangat untuk belajar. Jangan terlena karena mendapatkan beasiswa! Justru harus menjadi motivasi untuk selalu berusaha melakukan dan memberikan yang terbaik.


Sebagai mahasiswa penerima beasiswa Kementerian Agama RI, Lisda sangat bersyukur bisa menjadi bagian dari CSS MoRA. Banyak pengalaman dan pelajaran yang didapatkan. Selain bisa kenal dan sharing bersama teman-teman di UIN Jakarta, juga bisa kenal dengan teman-teman dari universitas lain di Indonesia.


Makanya, kita semua harus tetap istiqomah menuntut ilmu ini agar kelak bisa memberikan yang terbaik, khususnya untuk lingkungan sekitar dan umumnya untuk agama, bangsa dan negara. Semoga.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls