Sabtu, 23 Juni 2012

PESANTREN DALAM LAYAR KACA: EDUKASI ATAU (MASIH) SEBUAH MISI KAPITAL?



Sebagai penonton, ada baiknya jika kita tidak hanya duduk diam manis menikmati sinetron yang menggunakan nama Islam atau pesantren. Mari menjadi penonton aktif yang senantiasa bersikap kritis dan melek media


Percayakah anda, bahwa hampir setiap detik dalam kehidupan ini kita telah terkepung oleh media? Sejak mengawali hari dari bangun tidur hingga kembali terlelap di malam hari, kita dikelilingi oleh media dan segala pesan yang disampaikannya dalam berbagai macam bentuk. Televisi, internet, buku, koran, majalah, billboard, leaflet, spanduk, atau bahkan hal-hal lain yang telah menjadi sebuah media, tanpa kita sadari. Kita tak mampu mengelak, sebab mereka benar-benar telah menjadi bagian dalam kehidupan kita sehari-hari. Tidak berhenti sampai menjadi bagian kehidupan, kebutuhan akan segala informasi yang menyediakan dengan arus yang cepat, aktual dan faktual, telah menjadi alasan utama manusia menggantungkan segala kegiatannya pada media massa.

DUA WAJAH MEDIA MASSA DALAM TEROPONG PESANTREN



Bagai udara, mereka ada dimana-mana. Kita, manusia, 'menghirupnya' dan menikmatinya hampir tiap detik tanpa kita sadari. Setiap hari, mulai dari kita membuka mata di pagi hari sampai kita kembali terlelap. Tak ada sedikitpun celah untuk menghindarinya, sebab sebenarnya kita telah dipaksa untuk selalu mengaksesnya. Ia telah menjadi kebutuhan primer berikutnya bagi manusia. Ya, itulah media.

Sekarang, media massa konvensional seperti surat kabar, radio dan televisi sudah menjadi barang wajib dimiliki bagi hampir seluruh masyarakat di Indonesia. Belum lagi dengan dukungan teknologi yang semakin mutakhir, gadget seperti komputer dan telepon seluler semakin laris di pasaran. Salah satu alasannya adalah karena tingkat kesadaran informasi tiap individu disegala usia diakui semakin meningkat, ditambah lagi dengan akses internet yang juga semakin cepat. Ini benar-benar memanjakan mereka yang haus informasi interaktif tanpa batasan dimensional.

Minggu, 12 Februari 2012

PONDOK PESANTREN SIROJUL MUKHLASIN 2

Menyelaraskan tiga dimensi pendidikan dalam satu wadah


Pada edisi kali ini, redaksi majalah SANTRI melalui rubrik NeBang (Penelitian dan Pengembangan) mencoba mengulas jejak rekam pesantren Sirojul Mukhlasin 2.  Sehingga pada langkah berikutnya kita bisa menambah wawasan kepesantrenan di Indonesia dan mengambil poin penting untuk dijadikan referensi terhadap pengembangan pesantren.
Mulanya hanya sebuah madrasah dengan nama  “Madrasah Mu’allimin/Mu’allimat 6 Tahun Payaman”.  Berdiri sekitar tahun 1966/1967 di Dusun Gembongan Desa Payaman kecamatan Secang Kabupaten Magelang. Keberadaan madrasah yang mendapat sambutan baik dari masyarakat sekitar, mengubah  namanya  menjadi Madrasah Tsanawiyah – Aliyah (MTs – MA) Yayasan Amal Jariyah atau Yajri. Namun seiring perjalanannya, titel Madrasah seolah berada di kelas dua, sehingga mendorong pihak yayasan untuk menciptakan terobosan baru.

Minggu, 05 Februari 2012

WAHID HASYIM: DARI KYAI, TOKOH KEMERDEKAAN SAMPAI HUMANIS MUSLIM



“...seandainya Wahid Hasyim dikaruniai usia yang lebih panjang, tidak mustahil...?” (Masyhuri, 2008:48)


Jika anda bertanya, apakah pesantren mempunyai kontribusi kongkret terhadap kemerdekaan Indonesia? Tentu tidak ada yang menolak bahwa pesantren sebagai lembaga pendidikan dan basis pendidikan masyarakat Indonesia khususnya umat Muslim mempunyai kontribusi. Namun jika ditanya siapakah tokoh dari pesantren yang mempunyai kontribusi tersebut, jawabannya adalah Wahid Hasyim.
Ya, Wahid Hasyimlah satu-satunya dari pihak Islam – dalam hal ini pesantren – yang menjadi Panitia Sembilan yang bertanggung jawab atas perubahan sila pertama Pancasila, dari “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya” menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”, sebagaimana ditegaskan oleh Bung Hatta pada 18 Agustus 1945. Wahid Hasyim pun menjadi salah satu dari enam puluh anggota BPUPKI (Moesa, 2007, 119-121). Disinilah nilai lebih seorang Wahid Hasyim yang mampu menjembatai Islam dengan Indonesia.

Kan ku songsong hari esok, karena ku cinta hari ini dan ku pernah melihat hari kemarin



Taukah
Anda bahwa Duta Anak Indonesia Tahun 2009 adalah seorang Santri Pondok Pesantren? Ya. Dialah sosok sahabat santri kita kali ini. Seorang Santri Pondok Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Daerah Garut, Jawa Barat.

Nama lengkapnya Haidar Abdurrohman (18). Santri yang baru naik kelas XII MA Daarul Arqam Putra ini dikenal oleh teman-temannya sebagai sosok yang supel dan baby face. Tak banyak bicara, namun prestasinya patut untuk dibicarakan. Dua tahun lalu, santri kelahiran Bandung ini menjadi Duta Anak Indonesia Bidang Perlindungan Khusus Tahun 2009. Di tahun yang sama, sahabat santri kita ini juga terpilih menjadi pembaca Deklarasi Anak Indonesia dalam puncak peringatan Hari Anak Nasional Tahun 2009 di depan jajaran menteri-menteri Kabinet Indonesia Bersatu.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls