Oleh: Nadia Tahsinia_SANTRI UIN SYAHID
Satu kata bernama tulisan akan mendukung berkembangnya sebuah inovasi. Sebuah teori pernah mengungkapkan bahwa salah satu cara yang jitu untuk menampakkan eksistensi diri adalah tulisan. Dengan tulisan, manusia mampu berkomunikasi dan menyampaikan berbagai informasi. Terlebih seiring dengan berkembangnya inovasi, kebutuhan akan dunia tulis menulis pun semakin meningkat. Inovasi tersebut tidak akan diterapkan bahkan dikenal jika tidak ada difusi dan pemublikasiannya. Sehingga kini dunia ini tidak hanya milik mereka yang berprofesi sebagai pemburu berita, atau pun mereka yang bekerja di media. Siapa pun dituntut untuk bisa berkecimpung di dalamnya, tanpa memandang usia, latar belakang pendidikan, agama, maupun budaya. Bahkan, dewasa ini jurnalisme sudah mulai digandrungi oleh remaja, terutama santri.
Kemampuan di bidang jurnalistik kiranya adalah suatu potensi yang harus senantiasa menjadi perhatian dalam proses pendidikan di pesantren. Budaya bertutur dalam bahasa lisan maupun tulisan merupakan budaya turun menurun yang tidak bisa dipisahkan dari sejarah perkembangan pesantren. Banyak penulis dan praktisi sastra yang muncul dari dunia pesantren, seperti Cak Nun, Emha Ainun Najib, Gus Dur, Jamaldi Rahman, dan penulis-penulis terbaik lainnya. Bahkan penulis legendaris W.S. Rendra pun sangat akrab dengan dunia pesantren. Selain itu, dari segi keilmuan pun pada dasarnya santri memiliki keilmuan yang lebih dibandingkan dengan yang lain. Adanya integrasi ilmu agama dan ilmu umum menjadi nilai lebih bagi pesantren. Sehingga meningkatnya keintelektualan santri akan dibarengi pula dengan meningkatnya akhlak dan moralnya.